Sabtu, Oktober 18, 2003

Karunia Keselamatan #3

— Antara Iman dan Perbuatan #3

Saint Paul at His Writing Desk
Saint Paul at His Writing Desk
by Rembrandt

Walau berkali-kali mengatakan "imanmu menyelamatkanmu", Yesus tidak pernah mengatakan hanya iman sajalah yang dapat menyelamatkan. Juga tidak pernah Yesus mengatakan bahwa "iman adalah karunia Allah". Malah berulangkali Yesus menekankan untuk melakukan kehendak Bapa agar selamat. (Harap dicermati: melakukan = bertindak, bukan hanya berserah pada karunia!)

1. Pengutamaan Iman

Pauluslah yang mula-mula menekankan keutamaan iman dalam karya keselamatan. Tetapi, Paulus tidak mengatakan hanya iman semata. Malah dia mengatakan bahwa kasih (= perbuatan) mengatasi iman. Misalnya:

Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
— 1 Korintus 13:2

Sangat bisa dimengerti mengapa ayat-ayat semacam ini tidak sering digaungkan di kalangan jemaat. [Hampir] semua gereja reformasi dicengkeram kuat oleh doktrin sola fide yang dicanangkan oleh Martin Luther berdasarkan tafsirnya atas [sebagian] surat-surat Paulus.

Oleh sebab itu, ada baiknya kita mencoba memahami mengapa Paulus memandang perlu mengutamakan iman.

Hampir semua surat Paulus bersifat kasuistis, kontekstual, dan situasional dalam rangka menjawab persoalan-persoalan lokal yang dihadapi suatu jemaat/komunitas pada saat itu, yang hampir semuanya adalah kaum kafir (gentiles) ataupun orang baru-Kristen yang masih berbaur secara rapat dengan para penyembah berhala.

Sinkretisme adalah salah satu jenis persoalan krusial yang sering dihadapi Paulus. Banyak orang baru-Kristen yang masih belum teguh pendiriannya, sehingga kerap memadukan berbagai unsur keagamaan, filsafat gnostisk, maupun mistisisme (magis, klenik, tenung, sihir).

Itu sebabnya Paulus memandang perlu "meluruskan" pandangan mereka dengan menanamkan pondasi yang kokoh. Dan, pondasi yang dimaksud adalah iman.

Bahkan, agar mereka —yang masih rapuh itu— tidak tergelincir lagi ke kesesatan, Paulus tidak segan-segan mengkarantina mereka dengan larangan bergaul dengan para pendosa (bdk. 1Korintus 5:9-11, 2Korintus 6:14-17, 2Tesalonika 3:6, 2Timotius 3:1-5, Titus 3:10), halmana sangat bertentangan dengan perilaku dan ajaran Yesus sendiri.

2. Orang-orang Beriman

Jika kita membandingkan Paulus dengan Petrus, Yakobus, atau Yohanes, maka kita akan menemukan perbedaan yang cukup mencolok. Ketiga tokoh ini [hampir] tidak pernah memusatkan perhatiannya pada iman, malah lebih banyak membicarakan perbuatan.

Dalam tulisan  ini, saya gunakan asumsi yang kerap digunakan oleh sebagian orang Kristen bahwa para penulis kitab-kitab yang saya kutip di bawah adalah benar-benar Petrus, Yakobus, dan Yohanes yang menjadi murid-murid Yesus.

Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka. [...] Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh.
— 1 Petrus 2:12, 15

Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia.
— 1 Petrus 4:19

Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? [...] Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." [...] Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?
— Yak 2:14, 17-18, 20

Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.
— 1 Yohanes 3:18

Saudaraku yang kekasih, janganlah meniru yang jahat, melainkan yang baik. Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah.
— 3 Yohanes 1:11

Mengapa mereka berbeda pendekatan dengan Paulus?

Petrus, Yakobus, dan Yohanes melaksanakan pelayanannya pada orang-orang Yahudi, yang pada umumnya sudah menganut paham monoteisme, sehingga tidak usah diajari lagi soal iman. Sedangkan kaum kafir yang dihadapi Paulus masih harus ditunjukkan bagaimana caranya "beragama" yang benar. Mereka adalah orang-orang yang baru belajar bagaimana seharusnya orang beragama.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jemaat binaan Paulus adalah embrio-embrio yang baru terbentuk, sedangkan jemaat binaan Petrus, Yakobus, dan Yohanes adalah orang-orang beriman yang perlu penyempurnaan ke kedewasaan spiritual.

Hingga surat terakhirnya —yang ditujukan kepada orang-orang di Kolose— Paulus masih saja dihadapkan pada persoalan-persoalan lokal jemaat seperti filsafat kosong dan palsu, kepercayaan tradisional, makanan halal-haram, pertengkaran, dan lain-lain. Namun demikian, kali ini dia pun sudah menekankan pentingnya sikap dan perbuatan baik, tidak melulu dijangkarkan pada iman semata.

Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:12-14, 23)

Dalam suratnya ini, Paulus juga memberikan arahan bagaimana perbuatan yang selayaknya dilakukan oleh seorang istri, suami, anak, hamba, tuan.

3. Sola Fide

Di kemudian hari, Martin Luther mengemukakan tesis sola fide karena dia dihadapkan pada kenyataan adanya pembodohan umat secara massal oleh oknum-oknum gereja yang menjual surat pengampunan dosa (indulgensi). Saat itu, timbul pemahaman di kalangan jemaat bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh jika memiliki surat tersebut.

Kondisi ini, sedikit-banyak, mirip dengan kaum kafir yang dihadapi oleh Paulus, yakni pembelokan makna kehidupan beragama yang sejati pada kasih Allah Yang Esa. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemahaman di kalangan jemaat pada masa Luther tidak lebih baik daripada di masa Paulus. Mereka sama-sama menghadapi kesesatan dalam kedangkalan pemahaman.

Oleh sebab itu, dapatlah dimengerti mengapa Luther mengambil-alih cara Paulus meneguhkan jemaatnya dengan menekankan keselamatan pada iman. Dia ingin membebaskan jemaat dari "kuasa-kuasa" lain yang melingkupi alam berpikir dan kerohanian jemaat.

Sayangnya, kebanyakan orang di masa kini lebih suka tetap menjadi embrio spiritual daripada bertumbuh, berkembang, dan berbuah dengan mewujudnyatakan imannya dalam perbuatan. Dalam anggapannya, perbuatan bukanlah sebuah tanggung-jawab yang merupakan penjelasan (explanation) imannya.

Bahkan, yang lebih celaka, tidak jarang mereka menghakimi orang-orang yang berbuat baik sebagai para pengejar pahala yang beranggapan bahwa keselamatan bisa ditebus dengan perbuatan baik. Mereka menuding bahwa perbuatan baik tidak akan menyelamatkan.

4. Upah Sorgawi

Padahal, bukan satu dua kali Yesus bicara soal "upah" atas apa yang kita lakukan ataupun tidak kita lakukan.

Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.
— Matius 5:12

Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?
— Matius 5:44-46

Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
— Matius 6:3-4

Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
— Matius 6:6

Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu. Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
— Matius 6:14-18

Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.
— Matius 10:41-42

Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
— Lukas 6:35

Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.
— Lukas 14:13-14

Apa yang bisa menjadi upah kita jika kita tidak bekerja?

Jika dikatakan bahwa keselamatan adalah karena iman, sedangkan keselamatan dan iman itu sendiri adalah karunia Allah, lantas apa bagian kita yang akan dihargai Allah dengan upah sorgawi? Apa yang patut diberi upah?

Sudah mendapat karunia [iman], masih mendapat upah [keselamatan] pula atas sesuatu yang sama sekali tidak dikerjakannya. Alangkah tamaknya orang Kristen ini ...

Teringat saya pada satu berita kecil di koran beberapa waktu yang lalu, tentang seorang nenek yang menolak dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diprogramkan pemerintah sebagai "permen penghibur" atas kenaikan BBM yang luar-biasa. Nenek sederhana ini mengatakan, "Mengapa saya harus diberi uang atas sesuatu yang tidak saya kerjakan?".

Betapa dahsyatnya integritas orang kecil itu! Padahal dia bukan seorang yang tergolong berkecukupan. Apalagi, di masa sekarang ini, bukanlah sesuatu hal yang janggal jika seseorang ingin mendapat imbalan tanpa harus bekerja, ibarat bayi yang masih perlu disuapi dan disusui.

Bayi-bayi dan kanak-kanak memang perlu gizi yang baik untuk bertahan hidup dan tumbuh sehat. Mereka harus selalu disuapi dengan ASI atau makanan lunak. Mereka menggantungkan hidupnya sepenuhnya pada belas kasih orang-tuanya.

Sementara orang-orang dewasa harus bekerja agar dapat bertahan hidup dan dituntut tanggung-jawabnya atas segala hal. Mereka harus mengeluarkan secara optimal kemampuan yang sudah mereka peroleh dan asah semasa muda untuk mengaktualisasikan dirinya.

Entah di posisi mana kita hendak menempatkan diri. Bayi ataukah dewasa rohani?

— Sabtu, 18 Oktober 2003 10:51
[revisi: Kamis, 29 Desember 2005 02:34]

0 komentar: